Sunday, February 28, 2010

Aktor untuk Tuhan

Aku adalah apa yang kalian lihat setiap hari, terpampang di baliho-baliho, berjajar di poster-poster, dan menjual diri di etalase listrik mini bernama televisi. Aku adalah, yang kalian percaya, seorang aktor. Mungkin untuk kalian aku adalah seorang pangeran tampan menunggangi kuda putih siap menyelamatkan kalian dari hidup kalian yang membosankan, klise, dan ternaskahkan untuk mati di kemudian hari. Namun untuk beberapa, beberapa yang sadar dari ilusi yang ku bangun, aku adalah monster. Akulah yang membuat hidup kalian membosankan, klise, dan ternaskahkan untuk mati di kemudian hari. Oh, God. It’s so cold in here. Aku adalah pembanding sehingga hidup kalian terlihat, hmm, menyedihkan.

Disini aku melenggang dengan segala keindahan dunia. Aku tunjukkan pada kalian betapa mewahnya istanaku, mobil-mobilku, cantiknya budak-budakku, dan betapa mudahnya aku meraih itu semua. Irikah kalian? Tak ingin kalian menjadi diriku? HAHA. Kalian habiskan segala yang kalian punya, kalian gadai (kalau tidak bisa kalian jual), kalian sewakan, hanya untuk menjadi diriku. Kasihan, setelah segalanya habis, mendekati pun tidak. Hidup kalian tetap membosankan, klise, dan ternaskahkan untuk mati di kemudian hari. Kemudian kalian mulai berpikir dan bertanya, “Nyatakah hidupku ini? Sepadankah ini semua? Kenapa aku disini?” Lalu datanglah aku melalui baliho-baliho, poster-poster, dan spanduk, dan kalian pun melupakan pertanyaan-pertanyaan itu dan kembali ingin menjadi seperti diriku.

Kalian pikir dengan meniru gaya rambutku kalian akan lebih mirip denganku. Namun, rambut saja tidak cukup. Kalian beli kaos seperti yang aku pakai (memroduksinya sendiri jika perlu), kemudian celana, sepatu, sendal, celana dalam, jel rambut, sabun wajah, sabun tubuh, losion pemutih kulit, losion penghalus kulit (hanya karena kalian pikir kulitku halus, walau kalian sendiri belum pernah sentuh kulitku), minyak wangi, deodoran, kaos kaki, jaket, sweater, rokok, dan korek api. Pada titik ini, bisa dibilang kalian sudah terobsesi akan citraku. Tapi semua itu pun tidak cukup. Kalian pun berusaha memiliki rumah sepertiku dengan set tv besar, sound system dolby 5.1, ac di setiap ruangan, bath tub di kamar mandi, toilet duduk lengkap dengan semprotan kecilnya untuk membersihkan pantat kalian, kasur pegas berukuran besar lengkap dengan bantal dan guling dengan berbagai macam ukuran, sofa besar dengan bordiran emas, taman kecil penuh bunga, dan pintu utama berdaun pintu dua dengan kenop dari emas. Maaf, pada titik ini kalian sudah aku bisa bilang sebagai komunitas dengan ketidakselarasan emosi, atau GILA mungkin lebih tepat.

Tapi kalian tidak tahu itu dan mengacuhkan petunjuk apapun yang mengarahkan kalian pada pengetahuan itu, kalian tanpa sadar memilih untuk tidak tahu kalau kalian gila, untukku inilah kegilaan sesungguhnya. Kalian hanya melihat, mendengar, dan merasakan apa yang aku tunjukkan, katakan, dan gambarkan pada kalian. Di luar itu, sepertinya tidak cukup penting untuk menjadi bahan pertimbangan kalian. Mungkin sesekali kalian berpikir tentang nasib bangsa kalian, kelanjutan umat manusia, atau, jika kalian cukup arogan, berpikir bagaimana menyelamatkan planet kalian. Oh, God. Can somebody turn on the heater, please? Thank you. Tapi kemudian aku muncul melalui baliho-baliho, poster-poster, selebaran, dan di kotak listrik di depan kalian, dan kalian pun kembali mengikuti dan mengafirmasi apa yang aku katakan dan tunjukkan pada kalian.

Kalian terpesona oleh warna-warni menyala yang aku bawa, merk-merk yang aku gembar-gemborkan, dan citra kesempurnaan yang aku usung. Kalian pun lupa siapa diri kalian sebenarnya. Kini kalian adalah agen KFC, McD, Burger King, Armani, Louis Vuitton, RCTI, dan SCTV yang mengonsumsi sekaligus mendistribusikan semua itu. Lupa manusia lahir telanjang. Lupa manusia tidak memiliki kekosongan dalam jiwa. Lupa pada alam. Lupa sabda semesta. Lupa bumi dan waktu bukan milik kalian. Misiku berhasil. Tuhan kalian sekarang adalah yang bisa menilai segalanya, nilai guna tidak lagi penting, nilai tukar lebih utama. Shit, it’s too hot, goddamnit. Who the fuck buy this fuckin’ heater? Uang. Uang. Uang. Uang. Uang. HAHA. Di hadapan uang kalian sama. Kalian bangun pagi dengan satu tujuan dalam pikiran, mendapatkan uang. Sepanjang hari, mencari kesana kemari, mendapat sedikit lalu menghabiskannya. Tidur di malam hari dan berharap besok masih ada uang di pojok-pojok dunia untuk didapatkan dan kemudian dihamburkan lagi. Oh, ya, misiku berhasil.

Aku seorang aktor untuk Tuhan, telah mengemban peran dengan baik. Kini, aku nyata dan kalian adalah fiksi. Peranku telah mengejawantah. Raksasa korporasi multinasional mendunia, Tuhan mewujud dan kalian menjadi fiksi. Sebuah sandiwara yang spektakuler. Kini kalian telah melihat wajah Tuhan.